Bab II
Pembahasan
KESUSASTRAAN ANGKATAN BALAI PUSTAKA
A.
Sejarah
dan Latar Belakang Lahirnya Balai Pustaka
Pada tahun 1920
Indonesia merupakan negara jajahan Belanda, hal ini mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan bangsa Indonesia termasuk di bidang bahasa dan sastra, akibatnya
aktivitas bahasa dan sastra berkembang sesuai dengan kondisi setempat di bawah
penjajahan Belanda. Sebagai akibat pelaksanaan politik etis atau balas jasa
(Indonesia). Maka diusahakanlah aktivitas di tiga bidang yakni: Irigasi,
Transmigrasi, dan Edukasi. Wujud pengembangan aktivitas edukasi adalah
didirikannya sekolah-sekolah. Hal inilah yang mendasari terbentuknya suatu badan
yang kemudian bertugas menerbitkan buku-buku yang baik untuk meningkatkan
kecerdasan masyarakat. Di samping itu, badan ini mengusahakan TAMAN PUSTAKA
atau perpustakaan yang ditempatkan di sekolah-sekolah rakyat, badan ini
diperluas dan diperbesar seiring dengan makin banyaknya tamatan seolah yang
memerlukan bahan-bahan bacaan, dan badan ini kemudian dinamakan Balai Pustaka.Dalam sejarahnya awal mula Balai
Pustaka terbentuk ketika pemerintahan Kolonial Belanda mendirikan komisi untuk
bacaan sekolah pribumi dan bacaan rakyat, pada 14 September 1908 melalui
keputusan Gubernemen dengan nama awal yaitu Commissie voor de inlandsche
school en volkslectuur diketuai oleh Dr. G.A.J. Hazeu. Dan Balai Pustaka
baru menghasilkan bacaan pada tahun 1910 yang dipimpin oleh Dr. D.A. Rinkes
sampai tahun 1916 dengan tugasnya adalah memajukam moral dan budaya serta
meningkatkan apresiasi sastra.Balai Pustaka adalah suatu badan
yang merupakan penjelmaan dari “Commissie voor de Volkslectuur” atau dalam
bahasa indonesianya: “ Komisi Untuk Bacaan Rakyat” yang berkedudukan di Jakarta
dan dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1908. Komisi untuk
bacaan rakyat didirikan, juga disebabkan politik ethis Belanda, politik balas
jasa, untuk mengambil hati rakyat Indonesia. Jadi, beberapa faktor berikut inilah yang menjadi penyebab
perjalanan kesusastraan Indonesia berkembang mengikuti idiologi kolonial :
- Pendirian Balai Pustaka telah menafikan keberadaan karya – karya terbitan swasta yang secara sepihak dituding sebagai “bacaan liar”. Karya – karya sastra yang dipublikasikan lewat surat kabar dan majalah, dianggap tidak ada.
- Pemberlakuan sensor melalui Nota Rinkes menyebabkan buku – buku terbitan Balai Pustaka, khasnya novel – novel Indonesia sebelum perang, cenderung menampilkan tokoh – tokoh yang terkesan karikaturs.
- Penetapan bahasa melayu mendorong munculnya sastrawan – sastrawan yang menguasai bahasa Melayu. Dan mereka datang dari Sumatera. Maka, sastrawan yang berasal dari Sumatera itulah yang kemudian mendominasi peta kesusastraan Indonesia.
Sastra Balai Pustaka adalah sastra rakyat yang berpijak pada
kultur Indonesia abad 20. Hal ini dengan jelas nampak dari roman – roman Balai
Pustaka dalam bahasa jawa, sunda, dan melayu tinggi.
Sastra Balai Pustaka sebenarnya adalah “sastra daerah”,
bukan saja dalam arti menggunakan bahasa daerah tetapi juga menggarap
tema – tema kedaerahan, bisa dilihat dari karya – karya yang lahir pada saat
itu.
Saat itu buku – buku yang diterbitkan Balai Pustaka dapat
dibagi tiga; pertama, buku untuk anak – anak. Kedua, buku hiburan dan
penambahan pengetahuan dalam bahasa daerah. Ketiga, buku hiburan dan penambahan
pengetahuan dalam bahasa melayu dan kemudian menjadi bahasa Indonesia.
Pada masa pendudukan jepang (1942-1945) Balai Pustaka masih
tetap eksis namun menggunakan nama lain yaitu, Gunseikanbo Kokumin
Tosyokyoku yang artinya Biro Pustaka Rakyat Pemerintah Militer Jepang.
Zaman keemasan Balai Pustaka sekitar tahun 1948 hingga
pertengahan tahun 50-an ketika dipimpin oleh K.St. Pamoentjak dan mendominasi
penerbitan buku – buku sastra dan sejumlah pengarang Indonesia bermunculan
seperti H.B.Jassin, Idrus, M.Taslim, dan lain – lain.
B.Tujuan
Berdirinya Balai Pustaka
Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan
bahasa – bahasa seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu tinggi dan
bahasa Madura. Serta mencegah pengaruh buruk dari bacaan yang banyak menyoroti
kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar) yang
dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah.
Tujuan inti didirikannya Komisi
Bacaan Rakyat adalah meredam dan mengalihkan gejolak perjuangan bangsa
Indonesia lewat media tulisan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
Belanda.
Tujuan lainnya adalah menerjemahkan atau
menyadur hasil sastra Eropa hal ini bertujuan agar rakyat Indonesia buta
terhadap informasi yang berkembang di negaranya sendiri.
Adapun usaha – usaha positif yang dilakukan yaitu mengadakan
perpustakaan di tiap – tiap sekolah, mengadakan peminjaman buku – buku dengan
tarif murah secara teratur, dan memberikan bantuan kepada usaha – usaha swasta
untuk menyelenggarakan taman bacaan.
C.
Karya Sastra Prosa Balai Pustaka dan Tokoh-tokohnya
Pada ragam karya sastra prosa, timbul genre baru, yaitu
roman, yang sebelumnya belum pernah ada. Tujuan didirikannya Balai Pustaka
ialah untuk mengembangkan bahasa – bahasa seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda,
bahasa Melayu tinggi dan bahasa Madura. Serta mencegah pengaruh buruk dari
bacaan yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki
misi politis (liar) yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah.
Ciri – ciri karya sastra prosa Angkatan Balai Pustaka :
- Menggambarkan persoalan adapt dan kawin paksa termasuk permaduan
- Bersifat Kedaerahan
- Tidak bercerita tentang Kolonial Belanda
- Kalimat – kalimatnya panjang dan masih banyak menggunakan perbandingan – perbandingan, pepatah, dan ungkapan – ungkapan klise.
- Corak lukisan adalah romantis sentimental.
Karya
– karya Balai Pustaka:
- Azab dan Sengsara (Merari Siregar)
- Sitti Nurbaya (Marah Rusli)
- Salah Asuhan, Pertemuan Jodoh (Abdul Muis)
- Salah pilih, Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Nur Sultan Iskandar)
- Muda Taruna, Buah di Kedai Kopi (Muhamad Kasim)
- Kasih Tak Terlerai, Percobaan Setia (Suman HS)
- Darah Muda, Asrama Jaya (Adinegoro)
- Sengsara Membawa Nikmat, Tak di Sangka, (Tulis Sultan Tati)
- Dagang Melarat, Pertemuan (Abas Sutan Pamunjak Nan sati)
Tokoh – tokoh Angkatan Balai Pustaka
Di bawah ini disajikan riwayat hidup para pengarang angkatan
Balai Pustaka secara singkat dan berikut nama-nama pada masa angkatan Balai
Pustaka.
1.
Merari Siregar
Dilahirkan 13 Juni 1896 di Siporok, Tanapuli Selatan
(Sumatra Utara), meninggal 23 April 1940 di Kelenget, Madura. Berpendidikan
Handels-correspondent Bond A di Jakarta (1923), pernah bekerja sebagai guru di
Medan, rumah sakit umum Jakarta, dan Opium & Zouttreige Kalianget. Novelnya
Azab dan Sengsara (1920) lazim dianggap sebagai awal kesusastraan Indonesia.Novel
ini menceritakan tentang perkawinan dalam hubungannya dengan
adat.
2.
Marah Rusli
Dilahirkan 7 Agustus 1889 di Padang, meninggal 17 Januari
1968 di Bandung. Berpendidikan Sekolah Dokter hewan di Bogor (1915), dan Dosen
Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten (1948). Namanya terkenal karena novel
atau roman Siti Nurbaya.
3.
Abdul Muis
Dilahirkan pada tahun 1889 di Solok, Sumatra Barat,
meningggal 17 Juli 1959 di Bandung. Pendidikan terakhir tamat sekolah
kedokteran (STOVIA), di Jakarta. Menjadi klerek didepartemen buderwijs en
eredienst dan jadi wartawan di Bandung selain itu ia juga aktif dalam
syarikat islam dan pernah menjadi anggota dewan rakyat. Namanya terkenal karena
novel Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Surapati (1950), dan Robert
Anak Surapati (1953)
4.
Nur Sultan Iskandar
Dilahirkan 3 November 1989 di Sungai Batang (Sumatra Utara),
meningggal 28 November 1975 di Jakarta. Pendidikannya sekolah Melayu 11 (1908),
dan sekolah Bantu (1911) ia pernah menjadi guru sekolah Desa di Sungai Batang
(1908), guru Bantu di Muarabelita (Palembang), Dosen Fakultas Sastra UI
(1955-1960), dan Redaktur Balai Pustaka hingga pensiun. Menghasilkan sejumlah
novel diantaranya yaitu Apa Dayaku Karena Aku Permpuan (1922), Salah Pilih
(1928), Karena Mertua (1932), dan lain – lain.
5.
Muhamad Kasim
Dilahirkan tahun 1886 di Muara Sipongi, Tanapuli Selatan
(Sumatra Utara), pendidikannya sekolah guru sampai tahun 1935, ia bekerja
sebagai guru sekolah dasar. Kumpulan cerpennya Teman Duduk (1936) lazim disebut
sebagai awal tradisi kumpulan cerpen sastra Indonesia. Bukunya yang berjudul Si
Samin mendapat hadiah Sayembara Buku Anak – anak Balai Pustaka tahun 1924, lalu
terbit lagi tahun 1928 dengan judul Pemandangan Dalam Dunia Kanak – kanak.
6.
Suman H. S.
Dilahirkan tahun 1904 di Bengkalis. Berpindah ke sekolah
Melayu di Bengkalis (1912-1918) dan sekolah normal di Medan dan Langsa (1923),
dia pernah menjadi guru Bahasa Indonesia di HISSIAK Sri Indapura (1923-1930).
Kepala Sekolah Bumi Melayu (di Pasir pengkarayaan (1930) pemilik sekolah
dizaman penduduk Jepang, pemilik sekolah merangkap kepala jabatan dinas
Pekanbaru – Kampar. Anggota pemerintahan tingkat satu Riau (1960-1966). Anggota
DPRD propinsi Riau (1966-1968) dan terakhir menjabat ketua umum Yayasan Lembaga
Pendidikan Riau.
Karangannya
:
1.
Kasih Tak Terlarai (novel, 1929)
2.
Percobaan Setia (novel, 1931)
3.
Mencari Pencuri Anak Perawan (novel, 1932)
4.
Casi Tersesat (novel, 1932)
5.
Kawan Bergelut (kumpulan cerpen, 1938)
6.
Tebusan Darah (novel, 1939)
7.
Adinegoro
Dilahirkan 14 Agustus 1904 di Talawi, Sumatra Barat,
meninggal 8 Januari 1967 di Jakarta berpendidikan sekolah kedokteran (STOVIA)
di Jakarta (1918-1925) dan kemudian memperdalam pengetahuan di Belanda dan
Jerman Barat (1926-1930), dia pernah memjadi redaktur Panji Pustaka. Perwata
Deli dan Mimbar Indonesia di samping itu ia juga pernah menjadi anggota Dewan
Rakyat pada masa pendudukan Jepang, anggota Dewan Perancang Nasional, anggota
MPRS, ketua komisaris badan penerbit Dewan Agung, dan Dewan Komisaris LKBN
antara.
Karangannya:
- Darah Muda (novel, 1927)
- Asmara Jaya (novel, 1928)
- Melawat Ke Barat (novel, 1930)
8.
Tulis Sutan Sati
Dilahirka tahun 1928 di Bukitinggi, meninggal tahun 1942 di
Jakarta pernah menjadi guru dan kemudian menjadi Redaktur Balai Pustaka
(1920-1940).
Karangannya:
- Sengsara Membawa Nikmat (novel, 1928)
- Tak Disangka (novel, 1929)
- Syair Siti Marhumah Yang Saleh (1930)
- Memutuskan Pertalian (novel,1932)
- Tiak Membalas Guna (novel, 1932)
9.
Abas Sutan Pamunjak Nan Sati
Di lahirkan 17 Febuari 1899 di Magak, Bukitinggi, meninggal
4 Oktober 1975 di Jakarta pendidikannya Swasta di Magek (1908-1911) sekolah
privat di Bukitinggi (1911-1913), Kweek Schol (1914-1920), kursus bahasa
(1918), dan Inland MO (1929-1945), ia pernah menjadi guru diberbagai kota
(1920-1942), Dosen Sekolah Tinggi di Jakarta (1942-1945), Dosen Universitas
Gajah Mada di Yogyakarta (1946-1949), pegawai departemen pendidikan pengajaran
merangkap Dosen Universitas Indonesia di Jakarta (1949).
Karangannya:
- Dagang Melarat (novel, 1926)
- Pertemuan (novel, 1927)
- Putri Zahara atau Bunga Tanjung di Pasar Pasir (Afrika) (novel, 1947)
- Jambangan (Kumpulan Sajak, 1947)
D.Karya
Sastra Puisi Balai Pustaka dan Tokoh-tokohnya
Pengarang sastra 20-an
dinamai Angkatan Balai Pustaka sesuai dengan nama penerbit yang merupakn pusat
kegiatan sastra pada waktu itu. Karya-karya terbitan balai pustaka disebut-sebut
sebagai karya yang mengawali sastra Indonesia, Balai pustaka memang memegang
peranan penting, tetapi menilik hasi-hasilnya badan itu tidak dapat dikatakan
mewakili seluruh kegiatan sastra 20an, karena perkembangan puisi tidak begitu
bergairah dibanding dengan roman, puisi dapat berkembang dan dikenal pada
angkatan berikutnya atau pada angkatan Pujangga Baru. Meskipun pada angkatan
ini puisi hanya sedikit, tetapi pada angkatan Balai Pustaka juga melahirkan
penyair terkenal seperti:
1. Muhhamad
Yamin :Tanah Air dan Indonesia Tumpah Darahku.
2. Roestam
effendi :Percikan Permenungan.
3. Sanusi
pane :Pancaran Cinta dan Puspa Mega.
Selain
mereka bertiga, masih ada bebrapa penyair yang termasuk dalam angkatan Balai
Pustaka, antara lain:
1. Aman
Datuk Mojoindo : Syair si Banso (gadis durhaka), 1931
: Syair Gul Bakawali, 1936
: Syair Gul Bakawali, 1936
2. Tulis
Sutan Sati : Sayair Siti Marhumah yang Saleh.
3. Hamzah
Fansuri : Syair Perahu
Muhammad
Yamin, Rustam Efendi dan Sanusi Pane yang disebut-sebut sebagai penyair Balai
Pustaka sebenarnya digolongkan pada pra pujangga baru atau sastra di luar Balai
Pustaka atau sastra liar. Muhammad Yamin ingin mengangkat pemakaian bahasa
Indonesia (yang pada waktu itu masih bahasa Melayu) karena pada waktu itu
pemakaian bahasa Belanda merupakan ciri khas bagi masyarakat lapisan atas
Bangsa Indonesia. Muhammad Yamin dengan tepat melihat ciri utama suatu bangsa
ialah bahasa. Oleh sebab itu perjuangan untuk kemerdekaan bangsa harus disertai
usaha memajukan bahasa sendiri. Hal itu ternyata ditunjukkan dalam ciptaan-ciptaannya
yaitu Tanah Air dan Indonesia Tumpah darahku. Dengan semangat yang dijalankan
oleh keyakinan yang tidak pernah goncang, ia menganjurkan cita-citanya dalam
kata dan perbuatan. Dalam puisi “Bahasa Bangsa”, Muhammad Yamin terlihat sangat
mengagungkan tanah airnya. Ia yakin bahwa perpecahan memang harus dihilangkan
demi tercapainya persatuan dan kesatuan.
Dalam puisi Muhammad Yamin, digambarkan kebesaran nusantara pada masa silam, tetapi pada perkembangan selanjutnya sajak-sajak itu mencakup tanah air dalam konteks yang lebih luas, meliputi seluruh nusantara. Selain Muhammad Yamin, Roestam Effendi adalah penyair yang terkenal juga pada angkatan Balai Pustaka. Salah satu karyanya adalah puisi yang berjudul Bukan Beta Bijak Berperi. Pada puisi ini tampak Roestam Effendi yang menginginkan adanya perubahan cita-cita kebangsaan. Roestam Effendi juga menulis puisi yang berjudul Tanah Air yang menunjukkan kecintaan yang mendalam terhadap bangsa dan tanah airnya. Puisi yang berjudul Mengeluh, mencerminkan sikap Roestam yang tidak rela bangsanya dalam cengkeraman penjajah.
Dalam puisi Muhammad Yamin, digambarkan kebesaran nusantara pada masa silam, tetapi pada perkembangan selanjutnya sajak-sajak itu mencakup tanah air dalam konteks yang lebih luas, meliputi seluruh nusantara. Selain Muhammad Yamin, Roestam Effendi adalah penyair yang terkenal juga pada angkatan Balai Pustaka. Salah satu karyanya adalah puisi yang berjudul Bukan Beta Bijak Berperi. Pada puisi ini tampak Roestam Effendi yang menginginkan adanya perubahan cita-cita kebangsaan. Roestam Effendi juga menulis puisi yang berjudul Tanah Air yang menunjukkan kecintaan yang mendalam terhadap bangsa dan tanah airnya. Puisi yang berjudul Mengeluh, mencerminkan sikap Roestam yang tidak rela bangsanya dalam cengkeraman penjajah.
v Moh.Yamin
Dilahirkan di Kota
Sawahlunto, Sumatera Barat, Yamin memulai karier sebagai
seorang penulis pada dekade 1920-an semasa dunia sastra Indonesia mengalami perkembangan.
Karya-karya pertamanya ditulis dalam bahasa Melayu
dalam jurnal
Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa
Belanda, pada tahun 1920. Karya-karyanya yang awal masih terikat kepada
bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik.Pada tahun 1922, Yamin muncul buat
pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air ; maksud
"tanah air"-nya ialah Sumatera
v Rustam
Effendi
Rustam Effendi, lahir di Padang tahun 1903. Pendidikan
sekolah Guru (H.K.S) di Bandung, kemudian mencapai ijazah Akte Guru Kepala di
negeri Belanda. Tokoh ini amat giat dalam pergerakan nasional sejak tahun 1920,
dan tahun 1926 "dibuang" penjajah dengan syarat meninggalkan
Indonesia. Sejak itu kegiatan sastranya berhenti.
Ia kembali ke Indonesia tahun 1947. Sejak sekolah dasar
gemar membaca hikayat, syair dan pantun. Setelah masuk sekolah guru, ia
mengagumi Shakespeare, Vndel, Dickens Roland Holat dan penyair-penyair gerakan
80. Semua itu dijadikan pedoman untuk tulisan-tulisannya. Dibanding dengan
Yamin, Rustam lebih berhasil dalam mengadakan pembaharuan sajak
Rustam Effendi hanya menghasilkan dua karya saja, yakni
Percikan Permenungan (kumpulan sajak, kebanyaan cinta asmara, 1925) dan drama
bersajak Bebasari (1926). Ada pengaruh bahasa Minangkabau, Arab dan Sansekerta
serta perbandingan-perbandingan bahasa Barat.
v Sanusi Pane
Sanusi Pane dilahirkan di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan
pada tanggal 14 November 1905. Ia adalah kakak kandung Armijn Pane.Sanusi pane
mengawali pendidikannya di Hollands Inlandse School (HIS) di Padang Sidempuan
dan Sanusi Pane dilahirkan di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan pada tanggal 14 November
1905. Ia adalah kakak kandung Armijn Pane. Sanusi pane mengawali pendidikannya
di Hollands Inlandse School (HIS) di Padang Sidempuan dan Tanjungbalai.
Setelah itu, ia melanjutkan ke Europeesche Lager School
(ELS) di Sibolga dan kemudian melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO) di Padang dan di Jakarta. Ia tamat dari MULO pada tahun 1922.
Selanjutnya, dia belajar di Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) Gunung
Sahari, Jakarta sampai tamat, tahun 1925, dan langsung diangkat menjadi guru di
sekolah itu sampai tahun 1931. Pernah pula Ia mengikuti kuliah di
Rechtshogeschool (Sekolah Tinggi Kehakiman) selama satu tahun. Pada tahun
1929--1930 dia melawat ke India untuk memperdalam kebudayaan Hindu (Nasution.
1963).
KARAKTERISTIK
PUISI ANGKATAN 20-AN
Karakteristik
Bahasa
Pada angkatan Balai
Pustaka bahasa yang sering muncul adalah bahasa melayu tinggi, bahasa melayu
tinggi sulit dipahami bagi kita karena sekarang bahasa yang kita gunakan
bukanlah bahasa melayu. Seperti kutipan dalam puisi Bahasa, Bangsa sebagai
berikut ini:
Andalasku
sayang, jana bejana,
Sejakkan kecil muda teruna
Sampai mati berkalang tanah
Lupa ke bahasa tiadakan pernah
Ingat pemuda, Sumatra malang
Tiada bahasa, bangsapun hilang
Sejakkan kecil muda teruna
Sampai mati berkalang tanah
Lupa ke bahasa tiadakan pernah
Ingat pemuda, Sumatra malang
Tiada bahasa, bangsapun hilang
Bahasa melayu yang ada
di atas misalnya, /jana bejana/ yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti
hidup.
Diksi atau pemilihan
kata sangat berpngaruh dalam konstruksi puisi hubunganya dengan komposisi
bunyi, sebagai contoh dalam puisi”Bahasa, Bangsa” Muhammad Yamin menulis salah
satu baris berbunyi: Andalasku sayang, jana bejana/ Sejakkan kecil muda taruna/
maka kata dalam baris itu tidak dpt dibolak balik karena akan merusaka
kontruksinnya. Pada angkatan Balai Pustaka bahasa puisinya bersifat konotatif
atau brmakna konotasi, atu memiliki kemungkinan memiliki arti lebih dari satu,
seperti kutipan berikut ini
Selagi
kecil berusia muda
Tidur si anak di pangkuan bunda
Tidur si anak di pangkuan bunda
Kata /bunda/ pada
kutipan diatas memiliki kemungkinan makna yang lebih dari satu, bisa berarti
negara, bansa ataupun tumpah darah sesuai dengan koherensi makna sebelumnya.
Kata konkret seperti /kecil/, /anak/, /bunda/ yang dgunakn berfungsi sebagai
imaji bagi pembaca supaya berdy bayang tinggi sehingga seolah-olah merasakan
sendiri. Adapaun karakteristik yang menyangkut bahasa kias yakni /tidur si anak
di pangkuan bunda/. Anak disini memiliki fungsi pengganti untuk seluruh
masyarakat sumatra/ seluruh bangsa.sedangkn bunda disitu mewakili seluruh
nusantara , selain bahasa kias dala karakteristik juga terdapat imajeri, dan
sarana retorika. Contoh imajeri taktil /seiap saat disimbur sukar/, dan sarana
retorika /bermandi darah bermandikan dendam/, yang mmbermakna hiperbola.
Karakteristik
Bentuk
Ada dua hal yang
penting dalam karkteristik bentuk. Yang pertama adalah pengulangan bunyi yang
menyangkut rima, aliterasi, asonansi, dan onomatope.
Brikut ini kutipan puisi “Bukan Beta Bijak Berperi” karya Roestam Efefendi.
Brikut ini kutipan puisi “Bukan Beta Bijak Berperi” karya Roestam Efefendi.
Bukan
beta bijak berperi
Pandai menggubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri
Musti menurut undangan mair
Pandai menggubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri
Musti menurut undangan mair
Desis pada sebuah kata
dalam puisi memberikan efek tertentu, seperti kata /bukan/ pada baris satu dan
tiga,/pandai/,pada baris dua dan,/musti/ pada baris empat. Memilkim rima abab.
Sedankan alitrasi dapat ditemukan dalam puisi “Bukan Beta Bijak Berperi” karya
Roestam Effendi.
Terlahir
di bangsa berbahasa sendiri,
Diapit keluarga kanan dan kiri
Besar budiman di tanah Melayu
Berduka suka, sertakan rayu
Diapit keluarga kanan dan kiri
Besar budiman di tanah Melayu
Berduka suka, sertakan rayu
Perulangan bunyi
konsonan pada kutipan diatas antara lain; /bahasa/, dan /bangsa/ serta /besar/
dan /budiman/. Sedangkan yang kedua adalah verifikasi yan mencangkup rima,
baris atau larik, dan satuan bentuk puisi. Puisi angkatan Balai Pustaka
menggunakan rima rangkai. Barisnya biasanya berisikan 14 baris karena satuan
bentuk puisi ini berupa soneta.
Karakteristik
Isi
Karakteristik isi puisi
mencangkup tema, nada, dan suasana, perasaan dalam puisi, amanat, dan nilai
puisi. Tema yang dipajkai pada ankatan Balai Pustaka berkutat pada masalah
nasionalisme. Seperti yang termuat dalam puisi Bahasa Bangsa, Bukan Beta Bijak
Berperi, Tanah Air, Mengeluh. Adanya pesan penyair dalam angkatan ini begitu
kuat untuk bersatu,mencintai tanah air dan semangat nasinalisme.seperti dal
puisi mengeluh, penyair mengungkapkan bahwa Indonesia adalah suatu keadaan yang
diibaratkan bunga yang cantik menawan akan tetapi bangsanya sangat menderita
karena penjajah. Kutipan puisi mengeluh,
Bukanlah
beta berpijak bunga,
Melalui hidup menuju makam,
Setiap saat disimbur sukar,
Bermandi darah dicucurkan dendam
Melalui hidup menuju makam,
Setiap saat disimbur sukar,
Bermandi darah dicucurkan dendam
amanat yang terkandung
dalam pisi angkatan Balai Pustaka adalah adanya keinginan untuk mempersatukan
bangsa untuk bisa bebas dari belnggu penjajah Hindia Belanda, sehingga
Indonesia mampu hidup makmur. Nilai yang muncul pad angkatan Balai Pustaka yang
diwakili oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi adalah kecintaan terhadap
tanah air.
HASIL APRESIASI PUISI
ANGKTAN BALAI PUSTAKA
Bahasa bangsa
Selagi kecil berusia muda,
Tidur sianak dipangkuan bunda
Ibu bernyanyi. Lagu dan dendang,
Memuji sianak banyaknya sedang
Berbuai sayang malam dan siang,
Buaian tergantung di tanah tuan
Terakhir dibangsa berbahasa sendiri,
Diapit keluarga kanan dan kiri,
Besar budiman di tanah Melayu
Berduka suka sertakan rayu,
Perasaan serikat menjadi padu,
Dalam bahasanya permain merdu
Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya
Bernafas kita pemanjangan nyawa
Dalam bahasa sambungan jiwa
Dimana sumatra, disitu bangsa
Dimana perca, disana bahasa
Andalasku sayang, jana bejana,
Sejakkan kecil muda teruna
Sampai mati berkalang tanah
Lupa ke bahasa tiadakan pernah
Ingat pemuda, Sumatra malang
Tiada bahasa, bangsapun hilang
(1920)
Bahasa bangsa
Selagi kecil berusia muda,
Tidur sianak dipangkuan bunda
Ibu bernyanyi. Lagu dan dendang,
Memuji sianak banyaknya sedang
Berbuai sayang malam dan siang,
Buaian tergantung di tanah tuan
Terakhir dibangsa berbahasa sendiri,
Diapit keluarga kanan dan kiri,
Besar budiman di tanah Melayu
Berduka suka sertakan rayu,
Perasaan serikat menjadi padu,
Dalam bahasanya permain merdu
Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya
Bernafas kita pemanjangan nyawa
Dalam bahasa sambungan jiwa
Dimana sumatra, disitu bangsa
Dimana perca, disana bahasa
Andalasku sayang, jana bejana,
Sejakkan kecil muda teruna
Sampai mati berkalang tanah
Lupa ke bahasa tiadakan pernah
Ingat pemuda, Sumatra malang
Tiada bahasa, bangsapun hilang
(1920)
Dari
Segi Bahasa
Dari segi bahasanya,”
Bahasa Bangsa” karya Muhammad Yamin menggunakan bahasa melayu tinggi. Sedangkan
diksi/pemilihan kata yang digunakan dalam puisi di atas menggunakan kata yang
memiliki makna konotasi seperti yang terdapat pada: /tanah moyang/, /jana
bejana/. Tanah moyang disini memiliki makna tempat kelahiran atau tempal asal
usul kita dalam puisi di atas sumatera, dan jana bejana mengandung makna
pertautan makna. Dalam puisi di atas terdapat kata-kata yang bersifat kongkrit
, yakni: /si anak/, /bunda/, /tanah moyang/, /bangsa/, /keluarga/, /besar/,
/tanah melayu/, / Sumatera/, /perca/, /andalasku/, /dan/, /pemuda/. Maksud
konkrit disini digunakan untuk menekankan daya bayang. Selain itu puisi “Bahasa
Bangsa” menggunakan gaya bahasa majas metonimia, yakni menyebut atribut atau
merk: /perca/ dan /andalasku/. Andalasku disini mewakili nama merk. Sarana
retorika yang tampak pada puisi “Bahasa Bangsa” adalah antitesis seperti yang
terdapat pada kata /berduka suka/, /meratap menangis bersuka raya/, dan /dalam
bahagia bala dan baya/. Imajeri yang muncul adalah imajeri taktil seperti yang terdapat
pada kutipan berikut.
Perasaan
serikat menjadi padu
Dalam bahasannya permai merdu
Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya;
Dari Segi Bentuk
Dalam bahasannya permai merdu
Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya;
Dari Segi Bentuk
Puisi dibedakan menjadi
dua yakni: bunyi, yang menyangkut rima, aliterasi, asonansi, dan onomatope dan
verifikasi. Segi bentuk yang pertama dalah perulangan bunyi yang mencangkup
rima, dan aliterasi.
Rima
dalam puisi diatas adalah /aabb/aa/aabb/aabb/aaaa/aabbcc/.
Alitersi yang muncul terdapat pada bait kedua:
Alitersi yang muncul terdapat pada bait kedua:
Terlahir di bangsa berbahasa sendiri,
Diapit keluarga kanan dan kiri
Besar budiman di tanah Melayu
Berduka suka, sertakan rayu
Diapit keluarga kanan dan kiri
Besar budiman di tanah Melayu
Berduka suka, sertakan rayu
Perulangan bunyi
konsonan pada kutipan diatas antara lain; /bahasa/, dan /bangsa/ serta /besar/
dan /budiman/. Bentuk puisi kedua versivikasi yang mencakup rima dan satuan
bentuk. Rima yang terdapat puisi ini adalah rima rangkai. Sedangkan satuan bentuk
puisinya bebas.
Dari
Segi Isi
Isi puisi mencangkup
tema, nada dan suasana,perasaan dalam puisi, amanat serta nilai. Dalam puisi
diatas mengandung tema cinta tanah air. Nada dan suasana puisi di atas adalah
keinginan yang gigih untuk menciptakan suatu persatuan kususnya di Sumatra.
Perasaan puisi diatas berisi tetntang rasa cinta terhadap pulau tempat ia
dilahirkan. Amanat yang terkandung dalam puisi di atas adalah rasa bersatu
diwaktu senang dan susah itu diperlukan. Sedangkan nilai yang terkandung adalah
nilai kecintaan terhadap tanah air yang dalam puisi diatas diungkpan Sumatra.
NILAI-NILAI
YANG TERKANDUNG DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA
Pada angkatan Balai
Pustaka nilai yang terkandung dalam puisi-puisi yang dihasilkan kebanyakan
lebih bersifat nasionalisme, selain puisi juga di temukan syair, seperti syair
Putri Hijau dan Syair Siti aminah. Sastrawan yang tidak mau menndatangani nota
ringkas seperti Mohammad Yamin puisi yang dihasilkan lebi bersifat
nasionalisme. Nilai nasionalisme yang diperjuangkan oleh Mohammad Yamin adalah
menumbuhkan sikap cinta tanah air. Hanya sedikit orang yang sadar bahwa
kemerdekaan harus ditegakkan. Ada kalannya rasa takut terhadap penjajah di
kesampingkan untuk memperoleh hak-hak kita. Untuk menegakkan kemerdekaan
tersebut ditanamkan kecintaan terhadap tanah air. Cara tersebutlah yang
digunakan oleh para penyair liar untuk menumbuhkan sikap nasinalisme penduduk
pribumi terhadap tanah air. Persatuan merupakan bagian penting untuk mencapai
suatu tujuan,baik dalam keadan bahagia maupun menderita persatuan harus tetap
terjaga.
Muhammad Yamin begitu
menggebu untuk mengembangkan rasa cinta tanah air, maka dengan media puisi ia
tuangkan rasa cintannya. Seperti dalam kutipan tersebut ini;
Perasaan
serikat menjadi padu
Dalam bahasanya permai merdu
Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya.
Dalam bahasanya permai merdu
Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya.
Dalam bait diatas nilai
nasinalisme sangat melekat pada cita-cita Muhammad Yamin.
Dalam puisi Roestam
Effendi yang berjudul “mengeluh” nilai nasinalisme sangat kental seperti pada
kutipan berikut:
Menagis
mata melihat makluk
Berharta bukan brhakpun bukan
Inilah nasib negeri nada
Memerah madu mengurus badan
Berharta bukan brhakpun bukan
Inilah nasib negeri nada
Memerah madu mengurus badan
Bait diatas mengungkap
penderitaan karena penjajahan Belanda. Penjajah menjadikan negara Indonesia
semakin menderita.
Bab
III
Penutup
Kesimpulan
Dalam Sejarahnya Balai Pustaka terbentuk pada masa
pemerintahan Kolonial Belanda. Nama awal dari Balai Pustaka yaitu Commissie
voor de Inlandsche School en Volkslectuur. Kemudian pada tahun 1917
pemerintahan Kolonial Belanda mendirikan Kantoor voor de volkslectuur
atau Kantor Bacaan Rakyat yaitu Balai Pustaka. Karya pertama yang diterbitkan
pada masa angkatan Balai Pustaka adalah Azab dan Sengsara oleh Merari Siregar
(1920). Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan bahasa –
bahasa daerah. Balai pustaka juga melakukan berbagai cara untuk mencegah
pengaruh buruk dari bacaan yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul)
dan daianggap memiliki misi politis (liar) yang dihasilkan oleh sastra Melayu
Rendah.
Saran
Semoga pembaca selalu menyukai
kesastraan Indonesia mulai angkatan 20-an sampai jaman masa kini.Semoga makalah
ini dapat bermamfaat bagi pembaca.
Daftar Bacaan
http//sejarah
balai pustaka.com
http//angkatan
dua puluhan.com
http//karya
sastra angkatan dua puluhan.com
Siswanto,Wahyudi.2008.Pengantar
Teori Sastra.Grasindo:Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar