MAKALAH BERBICARA
TUGAS
IDENTIFIKASI NOVEL
TENGGELAMNYA
KAPAL VAN DER WIJCK
OLEH HAMKA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Nama : Sebaya Kristina Sihite
Kelas : Reguler A
NIM :
2112111017
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
2011
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya kepada saya sehingga saya
berhasil menyelesaikan makalah ini yang tepat pada waktunya yang berjudul ”Identifikasi unsur-
unsur novel yang berjudul Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck oleh karangan Hamka”.
Makalah ini berisikan informasi tentang perjalanan unsur- unsur
intrinsik yang ada dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, yang di
sertakan dengan sinopsis yang terkandung dalam novel. Dan kiranya dapat memenuhi nilai tugas mata kuliah Berbicara
yang diberikan oleh Ibu Dra. Rosdiana Siregar sesuai yang diharapkan.
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Demikianlah sebagai kata pengantar, dengan iringan serta
harapan semoga tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi
pembaca. Atas semua ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga,
semoga segala bantuan dari semua pihak mendapat amal baik yang diberikan Tuhan
Yang Maha Esa.
Medan,
Desember 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar................................................................................................
i
Daftar Isi..........................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang......................................................................................
1
1.2
Permasalahan........................................................................................
2
1.2.1 Rumusan Masalah......................................................................
2
1.2.2 Penegasan Konsep Variabel.......................................................
2
1.2.3 Deskripsi Masalah......................................................................
2
1.3
Tujuan Pembahasan..............................................................................
2
1.4
Pengertian istilah dalam judul...............................................................
3
1.5
Sistemetika Penulisan...........................................................................
3
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................................
4
2.1
Identitas Novel..................................................................................... 4
2.2
Sinopsis................................................................................................
5
2.3
Unsur- Unsur Intrinsik Novel...............................................................
6
2.3.1 Tema.......................................................................................... 6
2.3.2 Alur/ Plot.................................................................................... 7
2.3.3 Penokohan/ perwatakan............................................................. 9
2.3.4 Setting/ latar................................................................................ 10
2.3.5 Sudut pandang............................................................................ 10
2.3.6 Gaya Bahasa............................................................................. 10
2.3.7 Amanat....................................................................................... 10
2.4
Biografi Pengarang............................................................................... 11
Bab
III PENUTUP.............................................................................................
12
3.1
Simpulan.............................................................................................. 12
3.2
Saran.................................................................................................... 12
3.3
Daftar Bacaan....................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadirnya suatu
karya sastra tentunya agar dinikmati oleh para pembaca. Untuk dapat menikmati
sebuah karya secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan seperangkat pengetahuan
akan karya sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup penikmatan akan sebuah karya
hanya bersifat dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat.
Dalam dunia
kesusastraan penyair sering dilukiskan sebagai orang kerasukan yang bicara
secara tidak sadar tentang apa saja yang dirasakan dalam tingkatan sub dan
supra dan supra-rasional (Hardjana, 1981 : 61). Dalam dunia fiksi kadang ada
sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal sehat, karena memang dengan istilah
seorang penyair mengejewantahkan imajinasinya untuk diwujudkan dalam karya
sastra.
Dalam dunia
kesusastraan selalu identik dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi
pengarang maupun dari penikmat karya sastra. Hasil karya sastra tertentu
merupakan hasil khayalan pengarang yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu
(Hardjana, 1981 : 65). Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa karya sastra
merupakan sebuah bentukan (out put) dari proses pemikiran (imajinatif)
pengarang dalam mengapresiasi untuk menjadi sesuatu yang estetik.
Disamping itu,
pengetahuan akan unsur-unsur yang membentuk karya sastra pun sangat diperlukan
untuk memahami karya sastra secara menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan
unsur-unsur yang membangun karya sastra, pengetahuan kita akan dangkal dan
hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan dengan cara demikian, maka maksud
dan makna yang disampaikan pengarang kemungkinan tidak akan tertangkap oleh
pembaca. Unsur-unsur karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu
sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang.
Sedangkan unsur ekstrinsik
adalah unsur yang berbeda diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat,
agama, politik, situasi zaman.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Rumusan Masalah
Dari
uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur pembangun dalam karya
sastra ada dua, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Pada makalah ini penyusun akan
menganalisis karya sastra yang berbentuk roman dengan judul “Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijch” Karya Haji Abdul Karim Amrullah (Hamka).
1.2.2 Penegasan Konsep Variabel
Dalam makalah ini penulis hanya menganalisis satu
variabel yaitu : tentang analisis unsur intrinsik pada roman Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck Karya (Hamka).
1.2.3 Deskripsi Masalah
Agar
pembahasan tidak terlalu meluas, maka penyusun membatasi analisis terhadap
cerpen ”1” tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Haji Abdul Karim Amirullah
(Hamka) dengan melihat unsur intrinsiknya yaitu : 1). Tema 2). Alur 3). Tokoh 4). Latar belakang
cerita 5). Diksi/ Pilihan kata 6). Amanat 7). Ending
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang unsur
intrinsik terutama pada tema, tokoh, dan sudut pandang pada
Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
1.4 Pengertian
istilah dalam judul
Judul
dalam makalah ini adalah unsur intrinsik pada Roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck Karya Hamka. Untuk menghindari terjadinya salah tafsir dan salah persepsi
terhadap permasalahan dalam judul ini, maka penulis menjelaskan tentang istilah
yang terdapat dalam judul sebagai berikut :
Unsur
intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang
meliputi tema, alur,
penokohan, setting atau latar belakang cerita, diksi atau pilihan
kata, amanat, sudut pandang dan ending
cerita.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran dalam makalah
ini, maka dalam sistematika penulisan digambarkan secara singkat mengenai isi
makalah ini.
Bab I Pendahuluan, didalamnya terdiri
dari latar belakang masalah, permasalahan terdiri dari atas rumusan masalah,
penegasan konsep variabel, deskripsi masalah, tujuan pembahasan, pengertian
istilah dalam judul dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan, pada bab ini
penulis akan menguraikan sebagai berikut : Unsur- unsur
intrinsik novel seperti tema, alur, tokoh, setting/ latar belakang cerita, diksi atau pilihan
kata, amanat dan ending/ penyelesaian dari cerita tersebut.
Bab IV Penutup, yang berisi kesimpulan,
saran, dan Daftar Pustaka. Dengan bab ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang
isi keseluruhan dari suatu penelitian yakni dengan kesimpulan-kesimpulan.
Selain itu juga dapat memberikan suatu saran-saran bagi kita untuk
menyempurnakan makalah ini
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Identitas Novel
Judul : Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck
Pengarang
: HAMKA
Penerbit :
PT. Bulan Bintang 2002
Cetakan
: Ke- 26
Tebal
: 224 halaman
Ukuran :
21 cm
Warna sampul :
Biru
Pelaku Utama
: Zainuddin
dan Hayati
Negara :
Indonesia
Bahasa :
Bahasa Melayu
Genre :
Buku roman, Cinta
Tarik pengeluaran :
1939 ( pertama)
ISBN :
979-418-055-6
2.2
Sinopsis Novel
Roman
yang dikarang oleh Prof. Dr. Hamka ini diterbitkan tahun 1939. Roman ini
mengisahkan persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan persoalan kekayaan
yang menghalangi hubungan cinta sepasang
kekasih. Sejak berumur 9
bulan, Zainuddin telah
ditinggalkan Daeng Habibah ibunya, menyusul kemudian ayahnya yang bernama
Pendekar Sutan. Zainuddin tinggal bersama bujangnya, Mak Base, Kira-kira 30
tahun yang lalu, ayahnya punya perkara dengan Datuk Mantari Labih mamaknya, soal
warisan. Dalam suatu pertengkaran Datuk Mantari terbunuh. Pendekar Sutan
kemudian dibuang ke Cilacap selama 15 tahun. Setelah selesai masa hukumannya,
ia dikirim ke Bugis untuk menumpas pemberontakan yang melawan Belanda. Di
sanalah Pendekar Sutan bertemu dengan Daeng Habibah. Untuk mencari keluarga
ayahnya, Zainuddin pergi ke desa Batipuh di Padang. Di Padang ia tinggal di rumah
saudara ayahnya, Made Jamilah. Sebagai seorang pemuda yang datang dari Makasar,
ia merasa asing di Padang. Apalagi tanggapan saudara-saudaranya demikian.
Demikian pula ketika ia dapat berkenalan dengan Hajati karena meminjamkan
payungnya pada gadis itu. Hubungan antara Zainuddin dan Hajati makin hari
tersiar ke seluruh dusun dan Zainuddin tetap dianggap orang asing bagi keluarga
Hajati maupun orang-orang di Batipuh.Untuk menjaga nama baik kedua orang muda dan
keluarga mereka masing-masing, Zainuddin disuruh meninggalkan Batipuh oleh
mamak Hajati. Dengan berat hati Zainuddin meninggalkan Batipuh menuju Padang
Panjang. Di tengah jalan Hajati menemuinya dan mengatakan bahwa cintanya hanya
untuk Zainuddin.
Zainuddin menerima kabar bahwa Hajati akan pergi ke Padang Panjang untuk melihat pacuan kuda atas undangan sahabat Hajati yang bemama Chadidjah. Zainuddin hanya dapat bertemu pandang di tempat itu karena bersama orang banyak ia terusir dari pagar tribune. Pertemuan yang sekejap itu membuat Hajati mendapat ejekan dari Chadidjah. Chadidjah
sendiri sebenamya bermaksud menjodohkan Hajati dengan Aziz, kakak Chadidjah sendiri.
Karena merasa cukup mempunyai kekayaan warisan dari orang tuanya setelah Mak Base meninggal, Zainuddin mengirim surat lamaran pada Hajati. Temyata surat Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz. Setelah diminta untuk memilih, Hajati memutuskan memilih Aziz sebagai calon suaminya. Zainuddin kemudian sakit selama dua bulan karena Hajati menolaknya. Atas bantuan dan nasehat Muluk, anak induk semangnya, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta.Dengan nama samaran “Z”, Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil “Andalas”, dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku.
Karena pekeriaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hajati pun mengikuti suaminya. Suatu kali, Hajati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau “Z”. Karena ajakan Hajati Aziz bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan Shabir atau “Z”adalah Zainuddin.
Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz. Perkembangan selanjutnya Aziz dipecat dari tempatnya bekerja karena hutang yang menumpuk dan harus meninggalkan rumah sewanya karena sudah tiga bulan tidak membayar, bahkan barang-barangnya disita untuk melunasi hutang. Selama Aziz di Surabaya, ia telah menunjukkan sifat-sifatnya yang tidak baik. la sering keluar malam bersama perempuan jalang, berjudi, mabuk-mabukan, serta tak lagi menaruh cinta pada Hajati. Akibatnya, setelah mereka tidak berumah lagi. Mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin.
Zainuddin menerima kabar bahwa Hajati akan pergi ke Padang Panjang untuk melihat pacuan kuda atas undangan sahabat Hajati yang bemama Chadidjah. Zainuddin hanya dapat bertemu pandang di tempat itu karena bersama orang banyak ia terusir dari pagar tribune. Pertemuan yang sekejap itu membuat Hajati mendapat ejekan dari Chadidjah. Chadidjah
sendiri sebenamya bermaksud menjodohkan Hajati dengan Aziz, kakak Chadidjah sendiri.
Karena merasa cukup mempunyai kekayaan warisan dari orang tuanya setelah Mak Base meninggal, Zainuddin mengirim surat lamaran pada Hajati. Temyata surat Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz. Setelah diminta untuk memilih, Hajati memutuskan memilih Aziz sebagai calon suaminya. Zainuddin kemudian sakit selama dua bulan karena Hajati menolaknya. Atas bantuan dan nasehat Muluk, anak induk semangnya, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta.Dengan nama samaran “Z”, Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil “Andalas”, dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku.
Karena pekeriaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hajati pun mengikuti suaminya. Suatu kali, Hajati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau “Z”. Karena ajakan Hajati Aziz bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan Shabir atau “Z”adalah Zainuddin.
Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz. Perkembangan selanjutnya Aziz dipecat dari tempatnya bekerja karena hutang yang menumpuk dan harus meninggalkan rumah sewanya karena sudah tiga bulan tidak membayar, bahkan barang-barangnya disita untuk melunasi hutang. Selama Aziz di Surabaya, ia telah menunjukkan sifat-sifatnya yang tidak baik. la sering keluar malam bersama perempuan jalang, berjudi, mabuk-mabukan, serta tak lagi menaruh cinta pada Hajati. Akibatnya, setelah mereka tidak berumah lagi. Mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin.
Di Surabaya inilah Zainudin bertemu dengan
Hayati yang diantar oleh suaminya sendiri Azis, untuk dititipkan kepadanya,
kemudian Azis mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Rasa cinta Zainudin pada Hayati sebenarnya masih membara, akan tetapi mengingat Hayati itu sudah bersuami, cinta yang masih menyala itu berusaha untuk dipadamkan, kemudian Hayati dibiayai untuk pulang ke Batipun.Tetapi nasib malang menimpa Hayati, dalam perjalanan pulang ke Batipun itu, kapal Van Der Wijck yang ditumpanginya tenggelam. Hayati meninggal dunia di rumah sakit di Cirebon. Di saat-saat akhir hayatnya, Hayati masih sempat mendengar dan melihat bahwa sebenarnya Zainudin masih sangat mencintainya, namun semua itu sudah terlambat. Tidak berselang lama, Zainudin menyusul Hayati ke alam baka, dan jenazah Zainudin dimakamkan persis di samping makan mantan kekasihnya, Hayati.
Rasa cinta Zainudin pada Hayati sebenarnya masih membara, akan tetapi mengingat Hayati itu sudah bersuami, cinta yang masih menyala itu berusaha untuk dipadamkan, kemudian Hayati dibiayai untuk pulang ke Batipun.Tetapi nasib malang menimpa Hayati, dalam perjalanan pulang ke Batipun itu, kapal Van Der Wijck yang ditumpanginya tenggelam. Hayati meninggal dunia di rumah sakit di Cirebon. Di saat-saat akhir hayatnya, Hayati masih sempat mendengar dan melihat bahwa sebenarnya Zainudin masih sangat mencintainya, namun semua itu sudah terlambat. Tidak berselang lama, Zainudin menyusul Hayati ke alam baka, dan jenazah Zainudin dimakamkan persis di samping makan mantan kekasihnya, Hayati.
2.3 Unsur- unsur Intrinsik Novel
Analisis
struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi, mengkaji, dan mendiskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur
intrinsik fiksi yang bersangkutan.
Analisis strukturalnya sebagai berikut:
2.3.1 Tema
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ini tentang kasih tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai (1986:123).
Analisis strukturalnya sebagai berikut:
2.3.1 Tema
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ini tentang kasih tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai (1986:123).
2.3.2 Alur/plot
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni :
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni :
2.3.2.1 Penyituasian
Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasaian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal (1986:10).
Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasaian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal (1986:10).
2.3.2.2 Konflik
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusen belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.
Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik –mamak. (1986:57)
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusen belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.
Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik –mamak. (1986:57)
2.3.2.3 Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainudin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang mahluk yang tawakkal.” (1986:118)
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainudin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang mahluk yang tawakkal.” (1986:118)
2.3.2.4
Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”. (1986:19)
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”. (1986:19)
2.3.2.5 Penyelesaian
Tahap
penyelasaian dalam Roman Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika
Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam,
sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya
Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka
itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang
terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan
penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal
dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
2.3.3 Penokohan/ Perwatakan
Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter di antaranya:
2.3.3.1 Karakter utama (mayor karakter, protagonis) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang palaing banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin.
Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. (1986 : 27)
Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter di antaranya:
2.3.3.1 Karakter utama (mayor karakter, protagonis) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang palaing banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin.
Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. (1986 : 27)
2.3.3.2
Karakter pendukung (minor karakter, antagonis) sosok
tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah
tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering
menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan
selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. (181:1986)
2.3.3.3 Karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. (181:1986)
2.3.3.3 Karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita
2.3.4 Setting/latar
Latar dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka berlatar di:
Latar dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka berlatar di:
2.3.4.1 Mengkasar : “Di waktu
senja demikian, kota Mengkasar kelihatan hidup
(hal. 3)”
2.3.4.2 Padang Panjang:” Bilamana
Zainuddin sampai ke Padang Panjang , negeri yang ditujunya, telah di
teruskannya ke dusun Batipuh karena menurut keterangan orang setempat, di
sanalah negeri ayahnya yang asli (hal. 20)”
2.3.4.3
Surabaya : “ Diberanda subuah
rumah makan yang ramai dalam kota Surabaya, sehabis waktu magrib duduklah
Zainuddin seorang dirinya (hal. 174)”
2.3.5 Sudut Pandang
Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut :
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya.”(1986 :26)
2.3.6. Gaya Bahasa
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,” bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat………..” (1986 :22)
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,” bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat………..” (1986 :22)
2.3.7. Amanat
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut ini :
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (1986:223)
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut ini :
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (1986:223)
2.4 Biografi Pengarang
HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, Indonesia pada tanggal 17 Februari 1908. Ayah beliau bernama Syeh Abdul Karim bin Amrullah (Haji Rasul).
Ketika Hamka berumur 10 tahun ayahnya membangun Thawalib Sumatra di Padang Panjang. Di sana Hamka belajar tentang ilmu agama dan bahasa Arab. Di samping belajar ilmu agama pada ayahnya, Hamka juga belajar pada beberapa ahli Islam yang terkenal seperti: Syeh Ibrahim Musa, Syeh Ahmad Rasyid, Sutan Mansyur dan Ki Bagus Hadikusumo.
Pada tahun 1927 Hamka menjadi guru agama di Perkebunan Tinggi Medan dan Padang Panjang tahun 1929. tahun 1957-1958 Hamka sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamadiyah Padang Panjang.
Hamka tertarik pada beberapa ilmu pengetahuan seperti: sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Pada tahun 1928 Hamka menjadi ketua Muhammadiyah di Padang Panjang. Tahun 1929 beliau membangun “Pusat Latihan Pendakwah Muhammadiyah” dua tahun kemudian menjadi ketua Muhammadiyah di Sumatra Barat dan Pada 26 juli 1957 beliau menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia.
Hamka sudah menulis beberapa buku seperti: Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan novel seperti; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di bawah Lindungan Ka’bah, Merantau Ke Deli, Di dalam Lembah Kehidupan dan sebagainya. Hamka memperoleh Doctor Honoris Causa dari Universitas Al- Azhar (1958), Doctor Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (1974) dan pada 24 juli 1981 Hamka meninggal dunia.
HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, Indonesia pada tanggal 17 Februari 1908. Ayah beliau bernama Syeh Abdul Karim bin Amrullah (Haji Rasul).
Ketika Hamka berumur 10 tahun ayahnya membangun Thawalib Sumatra di Padang Panjang. Di sana Hamka belajar tentang ilmu agama dan bahasa Arab. Di samping belajar ilmu agama pada ayahnya, Hamka juga belajar pada beberapa ahli Islam yang terkenal seperti: Syeh Ibrahim Musa, Syeh Ahmad Rasyid, Sutan Mansyur dan Ki Bagus Hadikusumo.
Pada tahun 1927 Hamka menjadi guru agama di Perkebunan Tinggi Medan dan Padang Panjang tahun 1929. tahun 1957-1958 Hamka sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamadiyah Padang Panjang.
Hamka tertarik pada beberapa ilmu pengetahuan seperti: sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Pada tahun 1928 Hamka menjadi ketua Muhammadiyah di Padang Panjang. Tahun 1929 beliau membangun “Pusat Latihan Pendakwah Muhammadiyah” dua tahun kemudian menjadi ketua Muhammadiyah di Sumatra Barat dan Pada 26 juli 1957 beliau menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia.
Hamka sudah menulis beberapa buku seperti: Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan novel seperti; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di bawah Lindungan Ka’bah, Merantau Ke Deli, Di dalam Lembah Kehidupan dan sebagainya. Hamka memperoleh Doctor Honoris Causa dari Universitas Al- Azhar (1958), Doctor Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (1974) dan pada 24 juli 1981 Hamka meninggal dunia.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur roman terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam roman ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur religiusitas roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung aspek aqidah, syariah, dan akhlak yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke dalam roman ini
Berdasarkan hasil analisis data tentang roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur roman terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam roman ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur religiusitas roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung aspek aqidah, syariah, dan akhlak yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke dalam roman ini
3.2 Saran
Hendaknya dalam menjalani hidup
dan kisah percintaan tidak selalu terikat oleh adat yang sangat ketat, yang
menyebabkan hubungan antara dua orang yang saling mengasihi terpisah oleh karena
masalah adat. Dan bagi orang tua hendaknya tidak memaksakan kehendak terhadap
anak- anaknya agar menuruti perintahnya untuk menjodohkan dia dengan pilihan
orang tua tersebut. Karena anak juga dapat memilih jalan hidup yang menurut dia
itu adalah hal yang terbaik sebagai pilihan hidupnya kelak.
|
.
Wahh....
BalasHapusINFORMASI-nya sangat lengkap..
Terima kasih bnyak kk... :)